Want to translate? Click please

Juli 03, 2016

Mindset Changed (Pejuang SBM)

Finally after 17 years of my life, 3 months of it changed my mind. Although not all of my mind has changed, but its enough to teach me how to appreciate about everything, all little and big things.

Ini adalah secuil kisah pengalaman gua tentang hidup di SMA.


SMA adalah jenjang pendidikan yang bagi saya merupakan peralihan. Peralihan dari apa? Dari kita yang bocah kampungan, jelek, kumel, bodoh:( menjadi seseorang yang berprinsip dan telah menemukan jati diri. Walaupun sebenarnya ga langsung ketemu jati diri sih ya, setidaknya merupakan waktu yang penting dalam membentuk karakter.

Harus gua akui, selama masa SMA gua menemukan berbagai macam orang, orang dengan topeng ganda, orang yang egois, orang yang aneh, orang yang kebelet, orang yang banyak deh. Tapi, seiring dengan gua menilai orang-orang ini, berada dalam kehidupan mereka, gua belajar untuk ga cepat menyimpulkan, semua orang punya sisi baik dan buruk, tapi ada beberapa orang yang memang tidak boleh kita dekati karena mungkin akan menimbulkan masalah, entah itu karena sifat mereka atau apa. Kenapa gua bilang gaboleh terlalu cepat menyimpulkan? Apalagi kalau kesan itu buruk gitu, Ih apaan sih dia teh bisa kan anu dikit. Atau apa coba manfaatnya dia kayak gitu? Selalu. DAN SELALU, setelah pikiran-pikiran itu muncul di kepala gua. Gua dapat balesannya dari Allah. Entah gua yang ngerasain berada di posisinya atau gua mendapatkan situasi yang lebih buruk.

Dari situ gua mulai hati-hati, menilai boleh aja, tapi selalu gua sanggah, ah kita kan gatau, siapa tau.... dan lumayan gua bisa survive sampai sekarang:3 Ga sih masih tersiksa wkwkwk entah dosa apa... banyak deng wkwkwkwkk *apasih malah curcol*



Anywaysss,
Gua belum bilang inti masalah dari postan ini apa.
Jadi, selama bertahun-tahun, gua melihat para kakak kelas ini masuk kuliah dengan berbagai cara.

Cara yang membuat gua dan sebagian besar masyarakat terkesan adalah melalui jalur undangan. Dalam pikiran gua, orang yang lolos jalur undangan itu orang yang hebat, pinter, udah mateng merencanakan masa depannya. Orang-orang ini seperti mendapatkan bayaran atas usaha mereka, bersantai tanpa harus tes lagi. Memang benar ada orang yang seperti itu, tapi gua salah ternyata. *nanti gua bilang kenapa*

Cara kedua yaitu melalui tes SBMPTN dan menurut gua selama bertahun-tahun, cara ini adalah cara yang tidak beruntung bagi orang yang tidak lolos undangan. Orang-orang yang ikut tes ini adalah orang-orang yang tidak begitu baik mengikuti pelajaran di sekolah semasa SMA dan ini adalah kesempatan kedua. *ini pikiran gua* Ternyata gua salah.
Padahal pas gua kelas 11, sahabat gua, yang-ternyata-sekarang-bukan-sahabat-lagi-karena-masalah-cowok, dia terus-terusan bilang ke gua, kalau orang-orang yang menempuh SBMPTN itu orang orang hebat, pembuktian diri karena soal-soalnya susah. Bahkan dia sendiri mulai belajar SBM pas kelas 11 itu, gila:(
Tapi gua ga percaya sama dia, gua terlalu merendahkan kata-kata dia, gua terlalu optimis gua bakal dapet undangan karena selama ini pendidikan gua berjalan lancar, karena selama ini Allah beri gua kemudahan untuk meraih pendidikan. Inilah titik baliknya.

Cara yang ketiga, yaitu menurut gua (dulu) adalah cara paling kotor dan tidak terhormat. Masuk lewat jalur mandiri. Mungkin karena di bayangan gua, walaupun tes, kalau kita masukkan angka yang besar di kolom sumbungan maka pasti akan keterima, jadi menurut gua disini tuh semua jalur mandiri tuh main duit. INI SANGAT SALAH. Gua nyesel pernah mikir kayak gitu.



Kenapa gua bilang salah? Karena gua emang salah menilai semuanya! Semuanya jadi kebalik sekarang, dari 3 bulan lalu mungkin? I learned that the very hard way.
Semua berawal sebelum UN, ketika mulai pendaftaran SNMPTN (undangan). Singkat cerita, setelah menghitung jumlah rataan nilai gua, setelah gua melihat persaingan gua, gua nangis. Entah berapa hari gua nangis, dirumah gua nangis, di sekolah gua nangis. Gua harus menghadapi kenyataan bahwa cita-cita dari SMP gua itu gaakan kecapai, bahkan sebelum berjuang (re: input pilihan univ) gua udah tau gua bakal gagal. Tapi gua jabanin ae lah, siapa tau rezeki. NYATANYA BUKAN HEHE.

Salah gua sih emang, gua kurang berusaha selama 3 tahun ini, usaha gua jauh dibawah saat gua masih SMP, tapi gua memegang teguh pikiran ini, selama kita yakin udah berusaha, selama kita jujur dan adil dalam mengerjakkan, Allah gaakan pernah mengecewakan kita. Gua nangis bukan hanya gua harus menghadapi kenyataan bahwa nilai gua ga cukup untuk menyaingi saingan-saingan gua, tapi nyesek harus menghadapi kenyataan bahwa kebanyakkan dari mereka tuh (mau saingan gua apa bukan) mendapatkan nilai itu bukan murni hasil jerih payah mereka, gua sampai sempet goyah kelas 12, dalam beberapa pelajaran gua udah cape, dipikiran gua tuh kalau gini terus caranya, gua akan kalah sama mereka yang ga jujur, mending sekalian gua ga jujur juga. Dan 5 tahun kejujuran gua akhirnya terpecahkan karena gua cape. Big mistake. Ridho Allah yang terpenting. Karena diakhir, akan terlihat siapa yang jujur dan yang engga, dengan keadaan yang tidak menyenangkan.

Itulah makanya gua jadi mikir dua kali soal SNMPTN. Kebanyakkan dari mereka tuh ga jujur, meski ada yang jujur. Bahkan mereka berani main duit untuk cuci rapot, demi dapat SNMPTN dan gaharus tes-tesan lagi. Nyesek? Banget. Apalagi disini tuh temen makan temen banget, backstabbingnya banyak banget, mau sekeras apapun coba untuk berkomunikasi ke temen-temen seangkatan, tetap aja ada orang yang tidak memiliki hati, main nyalip aja, tidak mau kasih tau nilai, hak sih, tapi kita juga punya hak untuk menyelamatkan diri. Tapi gua tetep jabanin aja, siapa tau Allah masih sayang sama gua daripada mereka. Tapi gacukup juga. Walaupun ga semuanya, tapi yang lolos SNM adalah mereka mereka itu. Sebenarnya kebanyakkan sih engga, Allah maha adil.

Alhamdulillah, gua udah siap mental, udah nyicil belajar SBM sebelum pengumuman SNM. Tapi tetap aja gua nangis pas pengumuman SNM hahahahahhaa yaudaaaah~~

Selama gua belajar untuk SBM gua makin-makin mengharagai orang-orang yang mengikuti SBM, mungkin kebanyakkan dari mereka yang ikut SBM tidak sepintar orang-orang ranking 10 besar kelas (walaupun ada) tapi dengan ikut SBM adalah bukti bahwa mental dan otak mereka siap untuk menerima lebih. SBM itu ga gampang, soalnya logika, lebih rinci dan banyak deh. Butuh strategi, butuh pemantapan, butuh latihan. Dan disinilah titik balik dimana gua menyesal telah menganggap remeh (engga remeh sih, kurang kali ya) orang-orang yang mengikuti SBM. Apalagi peluang SBM itu sama seperti SNM, malah jauh lebih ketat, saingannya bukan anak-anak sekolah, tapi seluruh Indonesia. Nih, SNM itu ibarat sebuah gelas, yang lolos itu beberapa tetes saja tapi kelihatan kalau air di dalam gelas itu berkurang, kalau SBM tuh ibarat danau, yang lolos tuh mungkin sampai beberapa gelas tapi ga kelihatan kalau danau itu berkurang volumenya. Its tough.

Nah, dengan pikiran yang seperti itu, gua gamau menaruh harapan terlalu tinggi (lagi) buat SBM, gua daftar semuaaaaa tes mandiri univ yang waktu pelaksanaannya dekat-dekat bulan itu (re: sebelum pengumuman SBM). Dengan membesarkan peluang, siapa tau gua nyangkut dimana, asal kita bener bener niat ngerjain tesnya.
Nah, disini pikiran gua berubah. JAUUUHHH BERUBAH. GUA SANGAT SANGAT MENGHARGAI ORANG-ORANG YANG MENEMPUH JALUR MANDIRI. Meskipun main duit itu memang ada, tapi itu cuman berapa persen, sisanya murni lu bisa ngerjain soal apa engga. Apalagi simak. Sumpah demi apapun, orang yang ikut simak hebat.
Dulu pas kelas 12 awal, kaka kelas gua ini masuk lewat jalur simak, fakultasnya cukup favorit lagi, gua ingat kata-katanya, "Pokoknya nanti misalkan ga lolos, cobain semua mandirinya." Gua masih menganggap yaa kakak kelas gua ini kurang lah kemampuannya karena melalui simak, ternyata setelah mengalaminya sendiri gua salut sama kakak kelas gua ini. Dipikiran gua tuh ya simak tuh main duit, apalagi UI kan waaah borju gitu, gua salah ternyata, sangat salah. Karena soal-soal simak itu soal-soal anak kuliahan coy:( tidak berprikesiswaan banget.
Meskipun ada beberapa mandiri yang bisa dibilang gampang, tapi seleksinya ga gampang, dan ga main-main juga. Apalagi quotanya dikiiit banget, tapi se Indonesia yang ikut. Sumpah main duitnya tuh emang dijadikan pertimbangan tapi keciiiilll banget, malah mungkin kebanyakkan itu murni karena otak.





Alhasil, gua telah menempuh perjuangan-perjuangan yang dulu ditempuh para kakak kelas gua yang gua harus minta maaf kepada kalian semua karena sempat berfikir begitu:"""((((((((
Tapi sumpah, kalau lu bersungguh sungguh, niat dan berdoaa terus dalam mengerjakkan soal, in syaa'Allah lolos:)) Jujur aja nih, gua ikut SBM, dan 3 mandiri lainnya (sebenarnya berniat ikut lebih kalau gaada yang lolos, tapi alhamdulillah ya) gua paling niat belajarnya tuh SBM sama salah satu dari ketiga mandiri itu, gua sampai begadang, gua sampai nangis-nangis karena stres, gua berdoa ala ngeluh setiap kali gua cape dan alhamdulillah gua lolos dua-duanya wkwkwkwkkwk walaupun SBM ga lolos cita-cita utama tapi yaudahlah mungkin pertanda bahwa mimpi-sejak-gua-umur-12-tahun gua itu ga cocok buat gua.

Tes memang jalur pembuktian bung. Jadi jangan patah semangat. Cari kemungkinan sebanyak mungkin, siapa tau rezeki kita ada disitu. Allah tidak akan pernah mengecewakan hambaNya yang udah berjuang, memohon dan merasa teraniaya(?) Sumpah:)
Dan hasilnya jauh memuaskan daripada lolos undangan, karena itu adalah pembuktian, dan murni jerih payah lu.




Black Moustache